Selasa, 09 Juni 2015

Taman Nasional Swiss (Swiss National Park)


Taman Nasional Swiss (Swiss National Park)

Swiss National Park ini sudah berusia 1 abad. Kawasan wisata yang berlokasi di timur Swiss atau lebih tepatnya di antara Zernez, S Chant dan Scuol ini didirikan pada tanggal 1 Agustus 1914 yang juga merupakan hari libur nasional di Swiss. Kawasan wisata Swiss National Park ini masuk ke dalam salah satu kawasan heritage dunia yang dikeluarkan oleh UNESCO. Dan Swiss National Park ini termasuk ke dalam UNESCO Biosphere Reserve. Karena masuk ke dalam UNESCO Biosphere Reserve, kawasan wisata taman nasional pertama di Eropa ini mempunyai nuansa alam yang masih asli dan juga asri. Para pengunjung tidak diperbolehkan untuk mengganggu kehidupan binatang liar dan juga menebang pohon serta membuat api unggun di Swiss National Park. Semua pengunjung taman nasional ini akan dipusatkan di Clamanna Cluozza atau Hotel Parc Naziunal II Fuon. Hal ini untuk menghindari para pengunjung berpencar di taman nasional yang memiliki luas 172.3 km persegi.

Di taman nasional ini, para pengunjung bisa melakukan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan alam. Bagi para pecinta hiking, Swiss National Park sudah menyediakan 21 jalur yang bisa ditempuh dan dipilih sesuai selera. Namun sebelum memulai mendaki, para pengunjung akan diminta untuk mematuhi beberapa peraturan. Para pengunjung dilarang membuang sampah sembarangan, bersepeda, memegang bunga dan tanaman serta mencabutnya, dilarang membawa anak-anak di bawah umur dan juga anjing serta berkemah di sekitar area pendakian. Selain aktifitas pendakian, para pengunjung juga bisa melakukan observasi kepada beberapa hewan dan binatang yang terdapat di taman nasional ini. Ada beberapa hewan liar yang bisa ditemukan di taman nasional ini. Mulai dari rusa, kambing gunung, marmut, hingga rubah dan juga ular viper yang cukup berbisa serta serigala. Cukup beralasan memang jika pengelola taman nasional ini melarang para pengunjung untuk melihat hewan-hewan tersebut lebih dekat.

Bukan hanya melakukan observatory hewan liar saja, namun melihat dan mengamati habitat yang ada di taman nasional ini juga bisa dilakukan oleh para pengunjung. Di Parc Naziunal Svizzer ini, para pengunjung bisa melihat sekitar 4 habitat. Habitat pegunungan Alpen, Alpine Meadow, Alpine Forest hingga Pass dal Fuon yang memiliki beberapa flora atau bunga yang mempunyai warna yang cantik seperti Lady Slipper, fairy timble hingga alpine clematis. Jika para traveler berniat untuk mengunjungi Swiss National Park, Anda bisa mengunjungi kawasan taman nasional tersebut yang dibuka pada pukul 08.30 pagi hingga 6.00 sore. Sementara setiap hari Selasa, taman nasional ini akan dibuka hingga pukul 10.00 malam setiap bulan Juni hingga Oktober. Sedangkan untuk masuk ke taman nasional ini tidak dipungut biaya alias gratis. Selain menikmati keindahan alam di taman nasional ini, Anda bisa mengunjungi Schmelzra Museum dan juga National Park Centre.


Untuk mencapai Swiss National Park ini, para pengunjung bisa menggunakan kereta Rhaetian yang akan berhenti di stasiun Zernez tepat di depan pintu masuk Swiss National Park ini. Dan Anda bisa menginap di Hotel Crusch Alba, Hotel Pizzeria Selva dan Hotel Baer & Post Zernez.


TAMAN NASIONAL ERAWAN DAN "GAJAH PUTIH BERKEPALA TIGA"

TAMAN NASIONAL ERAWAN DAN "GAJAH PUTIH BERKEPALA TIGA"

Jika bertandang ke Thailand cobalah sesekali merambah bagian barat negeri, tepatnya ke Kanchanaburi. Provinsi ini mempunyai banyak wisata alam dan sejarah yang menarik, salah satunya adalah Erawan National Park. Taman Nasional ini mempunyai luas 550 km persegi dan sebagian besar terdiri atas hutan raya. Jika beruntung anda akan bisa melihat penampakan gajah, monyet liar, ataupun elang (atau jika kurang beruntung anda akan bertemu raja kobra atau phyton). Suasana di pintu masuk Taman Nasional begitu teduh, sunyi, dan apik resik. Tiada sampah atau penjual keliling. Terdapat berbagai fasilitas penunjang seperti visitor center, restoran, bungalow, hingga bumi perkemahan. Taman Nasional ini mempunyai daya pikat utama berupa air terjun Erawan yang terdiri atas 7 level/tingkat. Erawan dalam mitologi Hindu adalah gajah putih berkepala tiga, dan air terjun di tingkat ke-7 tsb dianggap menyerupai sosoknya.


Jalan setapak yang akan anda lalui awalnya mulus beraspal, meskipun lambat laun terkikis berganti jalan tanah. Beruntung papan petunjuk memudahkan arah langkah menuju tujuan. Jarak pendakian ke puncak air terjun sekitar 2 km memasuki hutan. Memasuki air terjun level 1 (Ly Kun Lung) yang lebih menyerupai undakan, jalan setapak mulai licin dan lembab karena dinaungi kanopi hutan yang lebat. Pantulan airnya berwarna hijau tosca, beserta tanah yang berwarna pucat menandakan wilayah ini (dan keseluruhan air terjun Erawan) berada di perbukitan batu kapur/gamping.


Tak lama kemudian anda akan tiba di level 2 (Wung Macha), yang menjadi favorit pengunjung karena mempunyai ceruk berbentuk kolam luas yang bisa direnangi. Air terjunnya lumayan tinggi sehingga pengunjung bisa mandi-mandi di bawah curahan airnya yang menyerupai tirai. Tapi jangan kaget jika mendapati bagian tubuh kita seperti dicubit-cubit kecil dari dalam air, bagaikan fish therapy. Ternyata itu adalah kawanan ikan dewa (cyprinus carpico) yang hidup di sana. Walaupun termasuk jinak, namun ikan ini dianggap keramat sehingga tak ada satu pun pengunjung yang mencoba menangkapnya.
Semakin masuk ke dalam hutan meninggalkan level 2, anda akan mulai banyak mendapati pohon-pohon besar yang dililit kain warna-warni dan diberi sesajian (dupa, bunga, buah, hingga busana wanita dewasa). Kepercayaan animisme masih kuat mengakar di wilayah ini, dan kami sama sekali tak berani mengusiknya. Lama kelamaan malah anda akan jadi terbiasa melihat hal ini dan melintasinya begitu saja.


Level 3 (Pha Num Tok) dan level 4 (Oke Nank Phee Seah) pun anda akan lewati karena ternyata tidak seindah seperti level 2. Pada saat ini jalan yang anda akan lewati sudah semakin menanjak dan menanjak. Jalur pendakian mulai berganti-ganti dari tangga kayu hingga akar pepohonanan. Level 5 (Bua Mai Long) sebenarnya mempunyai pemandangan yang bagus, air terjun di sini lebih menyerupai tangga berundak-undak.


Level 6 (Dong Prouck Sa) lebih mirip telaga dangkal dimana air terjunnya malah tak terlihat karena debit air yang minim. Meskipun jarak level 6 ke 7 tak begitu jauh, namun tingkat kesulitan jauh lebih sulit, curam, licin. Level 7 (Phu Pha Erawan) ini terdiri atas beberapa teras berwarna pualam, dan di tiap teras terdapat ceruk berwarna biru tosca. Cukup menawan, meski terjunnya tak seindah level 2. Debit air dari puncak yang landai (tinggi sekitar 5 m).

Selasa, 28 April 2015

Kawasan Gunung Bromo


Taman nasional Bromo
Taman ini adalah kawasan gunung berapi terbesar di provinsi  Jawa Timur. Mengunjungi taman ini dan melihat gumpalan asap keluar dari Gunung Semeru,  gunung api aktif yang berada 3676 meter di atas permukaan laut adalah pengalaman yang luar biasa indah. Kaldera di taman ini merupakan yang terluas di pulau Jawa, dengan padang pasir tandus seluas 10 km.

Di lautan pasir ini ditemukan tujuh buah pusat letusan dalam dua jalur yang silang-menyilang yaitu dari timur-barat dan timur laut-barat daya. Dari timur laut-barat daya inilah muncul Gunung Bromo yang termasuk gunung api yang masih aktif dan sewaktu-waktu dapat mengeluarkan asap letusan dan mengancam kehidupan manusia di sekitarnya (± 3.500 jiwa). Suhu di puncak Gunung Bromo berkisar antara 5 sampai 18 derajat Celcius.

Daerah Tengger yang berpasir telah dilindungi sejak tahun 1919. Diyakini sebagai satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia, dan mungkin di dunia yang memiliki pasir laut yang unik sekitar 2000 m di atas permukaan laut. Ada beberapa gunung di dalam kaldera Bromo ini seperti: Gunung Watangan (2.661 m dpl). Gunung Batok (2.470 m dpl), Gunung Kursi (2.581 dpl), Watangan Gunung (2661 m dpl), dan Widadaren Gunung (2.650 m dpl).
Nikmati pemandangan spektakuler matahari terbit di atas puncak gunung berapi dengan melakukan perjalanan di pagi hari ke Gunung Bromo. Di Penanjakan Anda akan mendapatkan gambar sempurna dari panorama alam gunung Bromo, gunung Batok dan gunung Semeru yang spektakuler. Menyeberangi gurun pasir dengan menaiki kuda, menaiki tangga curam untuk sampai ke puncak Gunung Bromo, lalu menyaksikan matahari terbit dari balik cakrawala.


Mendaki Gunung Semeru, puncak tertinggi di Jawa. Gunung ini, juga dikenal sebagai Gunung Agung, dianggap oleh orang Hindu sebagai gunung paling suci dari semua gunung. Untuk sampai ke puncak gunung membutuhkan perjalanan berat selama tiga hari. Gunung Semeru adalah salah satu gunung berapi yang paling aktif di Jawa. Gas-gas dan semburan  lava membuat Semeru berbahaya, jadi perhatikan posisi Anda.
Saksikan budaya lokal pada hari keempat belas bulan Kasada, biasanya pada bulan November di mana penduduk asli Tengger, berkumpul di tepi kawah aktif Gunung Bromo untuk mempersembahkan persembahan seperti beras, buah-buahan, sayuran, bunga, ternak dan hasil bumi lainnya kepada arwah penunggu Gunung. Penduduk asli Tengger adalah penganut agama yang memadukan unsur-unsur agama Hindu dan Buddha Mahayana. Dalam upacara Kasada masyarakat Tengger meminta berkat dari Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widi Wasa. 



 Sumber : http://wartatujuh.com/konservasi-taman-nasional-bromo-tengger-semeru/


Konservasi Gunung Merbabu

Taman Nasional Gunung Merbabu

Taman Nasional Gunung Merbabu merupakan taman nasional yang mencakup kawasan hutan di Gunung Merbabu. Secara administratif, taman nasional ini termasuk ke dalam wilayah 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Boyolali, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Semarang, provinsi Jawa Tengah.

Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang perubahan fungsi kawasan hutan lindung dan taman wisata alam pada kelompok hutan Merbabu seluas 5.725 hektare. Kawasan ini dinilai penting sebagai sumber mata air bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Selain itu, kawasan hutan Merbabu juga merupakan habitat flora dan fauna yang dilindungi dan dilestarikan. Sistem pengelolaan taman nasional yang diterapkan diharapkan mampu untuk melestarikan dan mengembangkan kawasan konservasi ini sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sebelumnya, kawasan hutan ini merupakan wilayah hutan lindung G. Merbabu yang dikelola oleh Perum Perhutani dan Taman Wisata Alam (TWA) Tuk Songo yang merupakan salah satu kawasan konservasi di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah. Terhitung sejak tanggal 30 Desember 2005, pengelolaan taman nasional diserahkan kepada BKSDA Jawa Tengah, sementara menunggu ditetapkannya pengelola Taman Nasional yang lebih pasti (definitif). Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Taman Nasional Gunung Merbabu baru dibentuk pada bulan Juni 2006, berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P29/Menhut-II/2006 tentang organisasi dan tata kerja Balai Taman Nasional yang baru.
Kawasan taman nasional ini terutama terdiri dari zona-zona hutan pegunungan, seperti yang dikemukakan van Steenis:

1.     Zona hutan pegunungan bawah (1.000—1.500 m dpl), saat ini telah berubah (tidak asli lagi) dan ditumbuhi oleh jenis-jenis tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichiissp. noronhae) dan bintuni.
2.     Zona hutan pegunungan atas (1.500—2.400 m dpl), ditumbuhi oleh jenis-jenis akasia (Acacia decurrens), puspa, sengon gunung (Albizia lophanta), sowo (Engelhardtia serrata), cemara gunung (Casuarina junghuhniana), pasang (Quercus sp), dan tanganan.
3.     Zona hutan (vegetasi) sub-alpin (2.400—3.142 m dpl), ditumbuhi oleh rerumputan dan edelweis jawa.
Beberapa jenis hewan yang tercatat dari kawasan ini di antaranya adalah elang jawaelang hitamalap-alap sapielang-ular bidoayam hutantekukurgelatik batukijang, landakmusang luwakmonyet ekor-panjangmacan tutul, dan lain-lain.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Nasional_Gunung_Merbabu


Selasa, 31 Maret 2015

Konservasi Arsitektur

Suaka Margasatwa Muara Angke, DKI JAKARTA
Suaka Margasatwa Muara Angke adalah sebuah kawasan konservasi berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI Nomor: 097/Kpts-II/1988, 29 Februari 1988 di wilayahhutan bakau (mangrove) di pesisir utara Jakarta. Secara administratif, kawasan ini termasuk wilayah Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kawasan yang berdampingan dengan Perumahan Pantai Indah Kapuk ini, hanya dibatasi Kali Angke dengan permukiman nelayan Muara Angke. Pada sisi utara SMMA, terdapat hutan lindung Angke-Kapuk yang berada di dalam wewenang Dinas Kehutanan DKI Jakarta.
Semula SMMA ditetapkan sebagai cagar alam oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 17 Juni 1939, dengan luas awal 15,04 ha. Kemudian kawasan ini diperluas sehingga pada sekitar tahun 1960-an tercatat memiliki luas 1.344,62 ha. Dengan meningkatnya tekanan dan kerusakan lingkungan baik di dalam maupun di sekitar kawasan Muara Angke, sebagian wilayah cagar alam ini kemudian menjadi rusak. Sehingga, setelah 60 tahun menyandang status sebagai cagar alam, pada tahun 1998 Pemerintah mengubah status kawasan ini menjadi suaka margasatwa untuk merehabilitasinya. Perubahan status ini ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 097/Kpts-II/1998 sebagai Suaka Margasatwa Muara Angke dengan total luas 25,02 ha. Meski SMMA merupakan suaka margasatwa terkecil di Indonesia, namun peranannya cukup penting. Bahkan BirdLife International - salah satu organisasi pelestarian burung di dunia - memasukkan kawasan Muara Angke sebagai salah satu daerah penting bagi burung (IBA, Important Bird Areas) di Pulau Jawa.

Vegetasi semula di SMMA adalah hutan mangrove pantai utara Jawa, dengan keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Akan tetapi akibat tingginya tingkat kerusakan hutan di wilayah ini, saat ini diperkirakan hanya tinggal 10% yang tertutup oleh vegetasi berpohon-pohon. Sebagian besar telah berubah menjadi rawa terbuka yang ditumbuhi rumput-rumputan, gelagah (Saccharum spontaneum) daneceng gondok (Eichchornia crassipes).
Tercatat sekitar 30 jenis tumbuhan dan 11 di antaranya adalah jenis pohon, yang hidup di SMMA. Pohon-pohon mangrove itu di antaranya adalah jenis-jenis bakau (Rhizophora mucronata, R. apiculata), api-api (Avicennia spp.), pidada (Sonneratia caseolaris), dankayu buta-buta (Excoecaria agallocha). Beberapa jenis tumbuhan asosiasi bakau juga dapat ditemukan di kawasan ini seperti ketapang(Terminalia catappa) dan nipah (Nypa fruticans).
Selain jenis-jenis di atas, terdapat pula beberapa jenis pohon yang ditanam untuk reboisasi. Misalnya asam Jawa (Tamarindus indica),bintaro (Cerbera manghas), kormis (Acacia auriculiformis), nyamplung (Calophyllum inophyllum), tanjang (Bruguiera gymnorrhiza), danwaru laut (Hibiscus tiliaceus).

SMMA merupakan tempat tinggal aneka jenis burung dan berbagai satwa lain yang telah sulit ditemukan di wilayah Jakarta lainnya. Jakarta Green Monster mencatat seluruhnya ada 91 jenis burung, yakni 28 jenis burung air dan 63 jenis burung hutan, yang hidup di wilayah ini. Sekitar 17 jenis di antaranya adalah jenis burung yang dilindungi.
Jenis burung yang sering dijumpai antara lain adalah pecuk-padi kecil (Phalacrocorax niger), cangak (Ardeola spp.), kuntul(Egretta spp.), kareo padi (Amaurornis phoenicurus), mandar batu (Gallinula chloropus), betet biasa (Psittacula alexandri),merbah cerukcuk (Pycnonotos goiavier), kipasan belang (Rhipidura javanica), remetuk laut (Gerygone sulphurea) dan lain-lain. Beberapa di antaranya merupakan burung khas hutan bakau seperti halnya sikatan bakau (Cyornis rufigastra). Selain itu, SMMA juga menjadi rumah bagi perenjak Jawa (Prinia familiaris).
SMMA juga dihuni oleh beberapa jenis burung endemik, yang hanya ada di Pulau Jawa. Misalnya cerek Jawa (Charadrius javanicus) dan bubut Jawa (Centropus nigrorufus). Bubut Jawa diketahui sebagai salah satu spesies terancam punah di dunia, dengan penyebaran terbatas di beberapa tempat saja termasuk di SMMA. Burung terancam punah lainnya yang menghuni kawasan ini ialah bangau bluwok (Mycteria cinerea). Di Pulau Jawa, bangau jenis ini diketahui hanya berbiak di Pulau Rambutyang terletak tidak jauh dari Muara Angke.


Di samping jenis-jenis burung, di SMMA juga masih dijumpai kelompok-kelompok liar monyet kra atau juga biasa disebut monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Mereka hidup berkelompok hingga belasan ekor yang terdiri dari beberapa jantan dan betina. Makanan utamanya ialah dedaunan muda dan buah-buahan hutan bakau seperti buahpidada (Sonneratia caseolaris). Monyet ekor panjang memiliki peranan yang penting di dalam Suaka Margasatwa Muara Angke, karena membantu penyebaran biji-bijian tumbuhan hutan. Biji-biji yang tak dapat dicerna itu akan dikeluarkan kembali bersama dengan fesesnya.
Jenis mamalia lain yang dapat ditemukan di SMMA, akan tetapi jarang terlihat, adalah berang-berang cakar-kecil (Aonyx cinerea). Karnivora kecil pemakan ikan dan aneka hewan air ini terutama aktif di malam hari (nokturnal).
SMMA juga menjadi tempat hidup berbagai spesies reptilia seperti biawak air (Varanus salvator), ular sanca kembang (Python reticulatus), ular sendok Jawa alias kobra Jawa (Naja sputatrix), ular welang (Bungarus fasciatus), ular kadut belang (Homalopsis buccata), ular cincin mas (Boiga dendrophila), ular pucuk (Ahaetula prasina) dan ular bakau(Cerberus rhynchops). Menurut informasi dari warga sekitar, di SMMA masih ditemukan pula jenis buaya muara (Crocodylus porosus).
Suaka margasatwa ini terletak berbatasan dengan kompleks pemukiman Pantai Indah Kapuk (PIK). Pintu masuknya berada di seberang kompleks ruko Niaga Mediterania, di bagian timur PIK.
Untuk menuju SMMA, yang termudah adalah dengan mencapai Mega Mall Pluit lebih dulu. Pertokoan ini mudah dicapai dengan berbagai kendaraan umum dari arah Grogol atau Jakarta Kota melalui Jembatan Tiga. Kendaraan dari arah jalan tol dalam kota Jakarta hendaknya keluar di pintu tol Jembatan Tiga.
Kemudian mengikuti jalan Pluit Indah di muka Mega Mall ke arah barat, dan dilanjutkan menyeberangi perempatan dengan jembatan memasuki jalan Muara Karang (Pluit Karang) terus ke arah barat hingga ke ujungnya. Menyeberangi perempatan agak serong ke kiri (arah barat daya) terletak jalan Mandara Permai, jalan masuk menuju Pantai Indah Kapuk.
Tidak jauh dari perempatan serong tersebut terdapat gerbang Pantai Indah Kapuk, dan setelah menyeberang jembatan dan melalui bundaran, di sebelah kanan jalan (sebelah utara, sekitar 500 meter dari gerbang) adalah Suaka Margasatwa Muara Angke. Kendaraan dapat diparkir di kompleks ruko Niaga Mediterania, tepat di seberang pintu masuk Suaka Margasatwa.
Lokasi ini dapat pula dicapai dari arah barat kompleks PIK, yakni dengan memasuki wilayah PIK lebih dulu dan menuju jalan Pantai Indah Kapuk Utara 2, terus ke arah timur hingga kompleks ruko Mediterania.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Suaka_Margasatwa_Muara_Angke



Konservasi Arsitektur

Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran.

Belum lengkap rasanya jika mengunjungi objek wisata Pantai Pangandaran bila tidak menginjakkan kaki di Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran. Objek wisata ini merupakan satu-satunya objek wisata hutan yang ada di Pangandaran, Kabupaten Ciamis. Keadaan topografi sebagian besar landai dan di beberapa tempat terdapat tonjolan bukit kapur yang terjal. TWA Pangandaran memiliki kekayaan sumber daya hayati berupa flora dan fauna serta keindahan alam. Hutan sekunder yang berumur 50-60 tahun dengan jenis dominan antara lain laban, kisegel, merong , dan sebagainya. Juga terdapat beberapa jenis pohon peninggalan hutan primer seperti pohpohan kondang, dan benda . Hutan pantai hanya terdapat di bagian timur dan barat kawasan, ditumbuhi pohon formasi Barringtonia, seperti butun, ketapang.


Dengan berbagai ragam flora, kawasan TWA Pangandaran merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan satwa-satwa liar, antara lain tando, monyet ekor panjang , lutung , kalong , banteng, rusa, dan landak. Sedangkan jenis burung antara lain burung cangehgar, tlungtumpuk, cipeuw , dan jogjog. Jenis reptilia adalah biawak , tokek, dan beberapa jenis ular, antara lain ular pucuk. Banyaknya flora dan fauna yang berkembang biak di sana merupakan daya tarik tersendiri. Tidak heran jika TWA Pangadaran tidak pernah sepi dari kunjungan para wisatawan. Selain itu, TWA ini mempunyai berbagai daya tarik lainnya, seperti Batu Kalde, salah satu peninggalan sejarah zaman Hindu. Selain itu, banyak terdapat gua alam dan gua buatan seperti Gua Panggung, Gua Parat, Gua Lanang, Gua Sumur Mudal, dan gua-gua peninggalan Jepang.
Daya tarik lainnya yang berada di TWA, baik yang berada di kawasan cagar alam darat maupun cagar alam laut, adalah Batu Layar, Cirengganis, Pantai Pasirputih di kawasan cagar alam laut. Lalu, padang pengembalaan Cikamal, yang merupakan areal padang rumput dan semak seluas 20 ha sebagai habitat banteng dan rusa. Air terjun yang berada di kawasan cagar alam bagian selatan, dapat ditempuh dengan jalan kaki selama 2 jam melalui jalan setapak.

Sejarah kawasan
Pada tahun 1922, seorang Belanda bernama Eyken membeli tanah pertanian di pananjung Pangandaran, kemudian memindahkan penduduk yang tinggal di daerah yang sekarang menjadi taman wisata alam. Selanjutnya daerah tersebut dikelola sebagai daerah perburuan pada tahun 1931. Pada tahun 1934, daerah tersebut diresmikan menjadi sebuah wildreservaat dengan keputusan Statblad 1934 nomor 663. Tetapi dengan ditemukannya jenis-jenis tumbuhan penting, termasuk Raflesia patma pada tahun 1961, membuat statusnya diubah menjadi cagar alam, dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.34KMP/tahun 1961. Akhirnya pada 1978, karena adanya potensi yang dapat mendukung pengembangan pariwisata alam, sebagian wilayah cagar alam yang berbatasan dengan areal permukiman statusnya diubah menjadi taman wisata alam. Tahun 1990 dikukuhkan pula kawasan perairan di sekitar cagar alam laut (470 ha), sehingga luas kawasan perairan di sekitar Pangandaran seluruhnya menjadi 1.500 ha. Perkembangan selanjutnya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.104/kpts-II/1993, pengusahaan TWA Pangandaran diserahkan kepada Perum Perhutani dan diserahkan fisik pengelolaannya pada 1 November 1999.
TWA Pangandaran mempunyai banyak legenda, seperti legenda Gua Parat. Gua ini dulu tempat bertapa dan bersemedi beberapa pangeran dari Mesir, yaitu Pangeran Kesepuluh (Syekh Ahmad), Pangeran Kanoman (Syekh Muhammad), Pangeran Maja Agung, dan Pangeran Raja Sumenda. Di dalam gua ini terdapat dua kuburan sebagai tanda bahwa di tempat inilah Syekh Ahmad dan Muhamad menghilang (tilem).

Gua Panggung
Menurut cerita, yang berdiam digua ini adalah Embah Jaga Lautan atau disebut pula Kiai Pancing Benar. Beliau merupakan anak angkat dari Dewi Loro Kidul dan ibunya menugaskan untuk menjaga lautan di daerah Jabar dan menjaga pantai Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu, beliau disebut Embah Jaga Lautan.
Gua Lanang
Gua ini dulunya merupakan keraton pertama Kerajaan Galuh. Sedangkan keraton yang kedua terdapat di Karang Kamulyan Ciamis. Raja Galuh adalah laki-laki (lanang) yang sedang berkelana.

Batu Kalde atau Sapi Gumarang
Di tempat ini, menurut cerita, tinggal seorang sakti yang dapat menjelma menjadi seekor sapi yang gagah berani dan sakti. Sapi Gumarang adalah nakhoda kapal.
Cirengganis


Cerita ini berawal dari adanya sebuah pemandian berupa sungai kepunyaan seorang raja bernama Raja Mantri. Pada suatu hari, Raja Mantri pergi untuk melihat-lihat pemandiannya. Kebetulan waktu itu Dewi Rangganis dan para inangnya sedang mandi. Karena terdorong oleh perasaan hatinya, Raja Mantri mengambil pakaian Dewi Rangganis. Karena kesal, Dewi Rangganis kemudian berkata, barang siapa menemukan bajunya, bila perempuan akan dijadikan saudara dan bila laki-laki akan dijadikan suami. Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam Pangandaran semula merupakan tempat perladangan penduduk. Tahun 1922, ketika Y. Eycken menjabat Residen Priangan, diusulkan menjadi Taman Buru. Pada waktu itu dilepaskan seekor Banteng, 3 ekor Sapi Betina dan beberapa ekor rusa. Karena memiliki keanekaragam satwa yang unik dan khas serta perlu dijaga habitat dan kelangsungan hidupnya maka pada tahun 1934, status kawasan tersebut diubah menjadi Suaka Margasatwa dengan luas 530 ha. 
Tahun 1961, setelah ditemukan bunga Raflesia Fatma yang langka, statusnya diubah lagi menjadi Cagar Alam. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan tempat rekreasi, maka pada tahun 1978, sebagian kawasan tersebut (37,70 ha) dijadikan Taman Wisata. Pada tahun 1990 dikukuhkan kawasan perairan di sekitarnya sebagai Cagar Alam Laut (470 ha), sehingga luas seluruhnya menjadi 1.000 ha. 

Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 104/Kpts-II/1993 pengusahaan wisata TWA Pangandaran diserahkan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam kepada Perum Perhutani. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di kawasan konservasi Pangandaran dan sekitarnya adalah: lintas alam, bersepeda, berenang, bersampan, scuba diving, snorking dan melihat peninggalan sejarah. 
Cagar alam seluar ± 530 hektar, yang diantaranya termasuk wisata seluas 37,70 hektar berada dalam pengelolaan SBKSDA Jawa Barat II. Memiliki berbagai flora dan fauna langka seperti Bunga Raflesia Padma, Banteng, Rusa dan berbagai jenis Kera. Selain itu, terdapat pula gua-gua alam dan gua buatan seperti: Gua Panggung, Gua Parat, Gua Sumur Mudal, Gua Lanang, gua Jepang serta sumber air Rengganis dan Pantai Pasir Putih dengan Taman Lautnya. Untuk Taman Wisata Alam (TWA) dikelola Perum Perhutani Ciamis.

Sumber : http://www.mypangandaran.com/wisata/detail/4/cagar-alam-pananjung.html